Sumber : SEO | Optimasi judul blog diblogger ~ Home Design Ideas http://kibagus-homedesign.blogspot.com/2010/04/seo-optimasi-judul-blog-diblogger.html#ixzz1kNu7sEO9

Total Tayangan Halaman

Rabu, 04 Januari 2012

Aksiologi Pendidikan Islam


I. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam wilayah pembahasan filsafat pada umumnya yang menjadi muara pembahasan filsafat selain epistimologi dan ontologi maka lapangan pembahasan selanjutnya adalah membahas tentang aksiologi. Karena aksiologi diartikan bahwa  nilai adalah sesuatu yang tidak terbatas. Artinya adalah segala sesuatu yang ada dalam jagat raya ini adalah bernilai.[1]
Filsafat pendidikan menurut Al-Syaibani adalah “Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi pelaksanaan falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis”. Selanjutnya ia berpandangan bahwa filsafat pendidikan seperti halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat serta masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan.[2]
Lapangan filsafat sendiri ada tiga yaitu Metafisik, Epitimologis dan Aksiologi. Mengenai akhlak, perasaan seni dan keindahan dalam filsafat pendidikan Islam selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini yang khusus menyajikan mengenai Aksiologi Filsafat Pendidikan Islam (Etika dan Estetika Pendidikan dalam Filsafat Pendidikan Islam).


II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.[3]
Menurut Richard Bender [4] : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian, atau yang menyumbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan demikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang senantiasa bertambah.
Menurut Brameld, sebagaimana dikutip oleh Abd. Aziz, aksiologi dibedakan didalam tiga :
1)      Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2)      Esthetic Expression, ekspresi keindahan yang menghasilkan estetika
3)      Sosio-political life, kehidupan sosial politik, bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.(6)
Sedangkan nilai ialah prinsip atau hakikat yang menentukan harga atau nilai dan makna bagi sesuatu. Didalam perekonomian penetu nilai adalah emas atau apa yang ditentukan didalam bidangnya. Dalam kehidupan akhlak manusia yang menentukan nilai manusia dan harga diri dan amal serta sikapnya ialah prinsip-prinsip terntentu seperti kebenaran, kebaikan, kesetiaan, keadilan, persaudaraan, ketulusan, keikhlasan, kesungguhan, dalam kebenaran , persaudaraan, keprihatinan, kerahiman.[5]
Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethics) atau moral (morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.[6]
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.[7]

B. Karakteristik dan Tingkatan Nilai
Ada beberapa karakteristik nilai yang berkaitan dengan teroi nilai, yaitu:
1.      Nilai objektif atau subjektif
Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai; sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.
2.      Nilai absolut atau berubah
Suatu nilai dikatakan absolut atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abash sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas social. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.[8]

Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan tingkatan/hierarki nilai :
1)      Kaum Idealis, mereka berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (niai material).
2)       Kaum Realis, mereka menempatkan niai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hokum-hukum alam dan aturan berfikir logis.
3)      Kaum Pragmatis, nenurut mereka, suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitive terhadap nilai-nilai yang meghargai masyarakat. [9]
C. Jenis Nilai
Aksiologi sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi 2 yaitu :
a. Etika dan Pendidikan
Istilah etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika menyubutkan dengan moral, berasal dari bahasa Yunani, juga berarti kebiasaan. Etika merupakan teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu kesusilaan yang memuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral pelaksanaannya dalam kehidupan. [10]
Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbutan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia. Antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral.[11]
Sangat sulit membayangkan perkembangan iptek tanpa adanya kendali dari nilai-nilai etika agama. Untuk itulah kemudian ada rumusan pendekatan konseptual yang dapat dipergunakan sebagai jalan pemecahannya, yakni dengan menggunakan pendekatan etik-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang mantap dan dinamis, mandiri dan kreatif.
Tidak hanya pada siswa melainkan pada seluruh komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Terwujudnya kondisi mental-moral dan spritual religius menjadi target arah pengembangan sistem pendidikan Islam. Oleh sebab itu -berdasarkan pada pendekatan etik moral- pendidikan Islam harus berbentuk proses pengarahan perkembangan kehidupan dan keberagamaan pada peserta didik ke arah idealitas kehidupan Islami, dengan tetap memperhatikan dan memperlakukan peserta didik sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta latar belakang sosio budaya masing-masing. [12]
b. Estetika dan Pendidikan
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dsb.
Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan Islam dan estetika pendidikan adalah lebih menitik beratkan kepada “predikat” keindahan yang diberikan pada hasil seni. Dalam dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni[13]:
1. Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman.
2. Seni sebagai alat kesenangan.
3. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuai dengan Islam).
Pada dasarnya nilai itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian[14], yakni:
1.      Nilai Formal
Nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk, lambang serta simbol-simbol. Nilai ini terbagi menjadi dua macam :
a.       Nilai sendiri, seperti “bapak Lurah” sebagai orang yang memangku jabatan kepala desa.
b.      Nilai turunan, sepeerti sebutan “ibu lurah” bagi seorang istri yang suaminya memangku jabatan kepala desa.
2.      Nilai Material
Nilai yang berwujud dalam kenyataan pengalaman, rohani dan jasmani. Nilai ini terbagi atas dua macam, yaitu :
a.       Nilai rohani, terdiri atas nilai logika, nilai estetika, dan nilai religi.
b.      Nilai jasmani atau panca indera, terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat dan nilai guna.
Nilai material menjadi wujud karena dapat dirasakan, baik dengan rasa lahir, pancaindra, maupun rasa batin rasio, misalnya:
a)      nilai hidup                      : bebas, menindas, berjuang
b)      nilai nikmat                    : Puas, aman, nyaman
c)      nilai guna                        : butuh, menunjang, peranan
d)     nilai logika                      : cerita, membuktikan, paham
e)      nilai setetika                   : musik, pakaian, anggun
f)       nilai etika                        : tamah, serakah, sedekah.
g)      Nilai religi                      : sangsi, mengankal, syirik.

  
Athiyah Abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu [15]:
1.      Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2.      Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3.      Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4.      Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5.      Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.

Lapangan Filsafat Pendidikan Islam Al-Syaibany mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang diharapkan dari seorang filsuf pendidikan, diantaranya : (pada point ke 5) yaitu mendidik akhlak, perasaan seni dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri mereka sikap menghormati kebenaran dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut (sesuai dengan Islam).(3)[16]


 III. PENUTUP

Filsafat pendidikan menurut Al-Syaibani adalah “Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi pelaksanaan falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis”. Selanjutnya ia berpandangan bahwa filsafat pendidikan seperti halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat serta masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan.
Lapangan filsafat sendiri ada tiga yaitu Metefisik, Epitimologis dan Aksiologi. (Etika dan Estetika Pendidikan dalam Filsafat Pendidikan Islam).





1 komentar: